Abstrak
Artikel ini
mengkaji Critias 113a-b karya Plato, di mana teks tersebut secara
eksplisit menyatakan bahwa Solon mengadaptasi cerita Atlantis untuk
menyesuaikan dengan audiens Yunani. Semua nama tempat, tokoh, dan entitas “dipinjam”
dari kosakata Klasik daripada dipertahankan dalam bentuk Mesir aslinya.
Bagian-bagian pendukung dalam Timaeus dan Critias memperkuat
strategi naratif ini: kronologi berlebihan tentang Athena, geografi simbolik
dari Athena yang “diwujudkan”, dan pembentukan ulang silsilah seperti Atlas
sebagai putra Poseidon. Contoh-contoh ini menggambarkan bagaimana akomodasi
audiens membentuk seluruh narasi. Mengenali adaptasi ini membantu membedakan
konstruksi sastra dari geografi historis dan mencegah kebingungan antara
referensi Klasik dengan asal-usul arkais yang seharusnya.
Kata kunci: Plato, Atlantis, Solon,
Critias 113a-b, Timaeus, Athena, Atlas, Poseidon, akomodasi audiens, nama-nama
pinjaman, konsiliens.
1.
Pendahuluan
Di antara
dialog-dialog Plato, kisah Atlantis dibingkai melalui sosok Solon, yang pada
gilirannya dikatakan telah menerima cerita tersebut dari para pendeta Mesir. Namun Plato tidak hanya melaporkan; dia membangun sebuah narasi
yang dapat dipahami oleh audiens Athenanya. Hal ini menjadi sangat jelas dalam Critias
113a-b, di mana teks mengakui bahwa Solon “mengakomodasi” cerita asing tersebut
untuk telinga Yunani. Bagian ini memberikan salah satu pernyataan paling jelas
bahwa nama-nama tempat, tokoh, dan entitas dalam cerita Atlantis sama sekali
bukan Mesir, tetapi sengaja diberikan dalam bentuk padanan Yunani yang
familiar.
2.
Critias 113a-b: Klausul Kunci
Dalam bagian
ini, Critias menjelaskan bahwa Solon menerjemahkan dan meminjam
nama-nama agar cerita dapat dipahami oleh audiensnya. Akibatnya, setiap
toponim, etnonim, atau nama personal diberikan dalam bentuk Yunani Klasik.
Implikasinya sangat luas: geografi, karakter, dan figur-figur ilahi dalam kisah
Atlantis tampil berbalut istilah-istilah budaya Yunani, terlepas dari konteks
asli yang seharusnya.
3.
Klausul-klausul Pendukung di Timaeus dan Critias
Bagian-bagian
lain dari narasi Plato memperkuat kesimpulan ini:
- Timaeus 24e: Para pendeta menggambarkan sebuah landmark “yang kalian orang
Yunani sebut Pilar-pilar Heracles.” Ini menunjukkan pengakuan langsung bahwa
nama Yunani adalah terjemahan, bukan aslinya, dan menggarisbawahi prinsip
akomodasi audiens.
- Timaeus 24e: Referensi pada
titik jarak di “Samudra Atlantik” menempatkan narasi di luar Mediterania,
tetapi tetap menggunakan istilah yang dapat dikenali oleh orang Yunani.
- Timaeus 23e: Klaim bahwa “Athena”
ada seribu tahun sebelum Mesir tidak dapat dibuktikan secara arkeologis,
menunjuk lagi pada akomodasi naratif daripada sejarah literal.
- Critias 110d-112e: Deskripsi “Athena”
tidak cocok dengan Athena Klasik yang sebenarnya, melainkan sebuah perwujudan
ideal dari kota tersebut.
- Critias 114a: Atlas disebut
sebagai putra Poseidon—bertentangan dengan mitologi Yunani yang mapan—tanda
lain dari adaptasi untuk audiens Hellenik.
Secara
keseluruhan, bagian-bagian ini menggarisbawahi bahwa teks Plato secara
konsisten beroperasi dalam batas-batas imajinasi budaya Yunani, bahkan ketika
mengklaim asal-usul asing.
4.
Katalog Nama-nama “Pinjaman”
Dari Critias
113a-b, kita harus mengenali bahwa nama-nama tersebut bukanlah “asli” melainkan
bentukan Yunani:
- Tempat: Samudra Atlantik, Athena,
Cithaeron, Parnes, Oropus, Asopus, Attica, Acropolis, Eridanus, Ilissus, Pnyx,
Lycabettus, Pilar-pilar Heracles, Gades, Gadeirus, dan lain-lain.
- Tokoh: Poseidon, Cleito, Evenor,
Leucippe, Atlas, Eumelus, Ampheres, Evaemon, Mneseus, Autochthon, Elasippus,
Mestor, Azaes, Diaprepes, Athene, Hephaestus, dan lain-lain.
- Entitas: Nereid dan
makhluk-makhluk mitis lainnya.
Daftar ini
menggambarkan seberapa komprehensif narasi bergantung pada kosakata Yunani. Ini
bukan catatan literal dari transmisi Mesir melainkan terjemahan budaya.
5.
Pembahasan
5.1
Strategi
Akomodasi Audiens Solon
Para pendeta di Sais mungkin telah berbicara tentang kota-kota, penguasa, dan lanskap
yang tidak familiar bagi audiens Yunani. Plato menggarisbawahi bahwa Solon,
menghadapi hambatan ini, memilih untuk “menerjemahkan” dan meminjam nama-nama
ke dalam istilah Yunani yang familiar. Timaeus 24e membuatnya eksplisit,
ketika para imam berkomentar bahwa landmark tersebut adalah “yang kalian
orang Yunani sebut Pilar-pilar Heracles.” Cerita ini dengan demikian mengakui
secara terbuka bahwa nama-nama dibentuk ulang untuk memastikan pengenalan. Ini
bukan distorsi, tetapi strategi naratif: cerita harus dapat dipahami dan mudah
diingat oleh orang Athena. Tanpa adaptasi semacam itu, kisah asing tersebut
akan tetap asing dan tidak meyakinkan.
5.2
Kronologi “Athena”
Pernyataan
dalam Timaeus 23e bahwa Athena ada seribu tahun sebelum Mesir langsung
meragukan kredibilitas. Arkeologi tidak menunjukkan kenyataan semacam itu.
Sebaliknya, klaim kronologis berfungsi sebagai bagian dari strategi akomodasi
yang sama. Ini mengangkat Athena ke status primeval, memungkinkan audiens untuk
melihat kota mereka tidak hanya sebagai kuno tetapi sebagai melampaui bahkan
peradaban Mesir. Dengan cara ini, narasi Solon melayani tujuan ideologis
kebanggaan budaya Yunani.
5.3
Athena yang
Diwujudkan
Deskripsi “Athena”
(Critias 110d-112e) menyimpang mencolok dari kota Klasik. Plato
mempresentasikan Athena yang lebih awal sebagai luas, subur, dan berhutan,
kemudian tereduksi menjadi tanah berbatu yang tandus — “tulang-tulang tubuh
yang kurus.” Kemunduran tanah dari kelimpahan ke kemandulan memperkuat tema
kehilangan peradaban. Sebagaimana diargumentasikan dalam artikel saya
sebelumnya (Plato Mewujudkan Athena sebagai Bagian Cerita Atlantis),
Athena ini bukan historis melainkan simbolik, mewujudkan kontras moral yang
ingin digambarkan Plato terhadap Atlantis.
5.4
Atlas sebagai
Putra Poseidon
Dalam Critias
114a, Atlas digambarkan sebagai putra Poseidon, sebuah silsilah yang asing bagi
mitos Yunani tradisional. Di sini lagi, kita melihat akomodasi Solon bekerja.
Daripada mempertahankan figur atau silsilah mitis Mesir, cerita membingkai
ulang mereka ke dalam struktur ilahi Yunani yang dapat dikenali. Atlas menjadi
diasimilasi ke dalam kerangka Olympian, memastikan bahwa cerita berbicara dalam
bahasa audiens yang dituju.
5.5
Apakah
Klausul-klausul Sebelumnya Terpengaruh oleh Critias 113a-b?
Ya. Meskipun
pernyataan eksplisit tentang akomodasi muncul di 113a-b, prinsip tersebut
beroperasi di seluruh narasi dari awal. Deskripsi geografi Athena, silsilah
mitis Atlas, dan kronologi berlebihan semuanya mengungkapkan proses mendasar
yang sama: elemen-elemen asing yang tidak familiar dibentuk ulang menjadi
bentuk budaya Yunani. Critias 113a-b hanya mengartikulasikan secara
terbuka apa yang telah dipraktikkan dalam konstruksi narasi.
6.
Kesimpulan
Critias 113a-b membuat eksplisit apa
yang implisit di seluruh narasi Atlantis Plato: cerita telah disaring secara
menyeluruh melalui lensa budaya Yunani. Semua nama “dipinjam” dari kosakata
Klasik untuk memastikan pemahaman audiens. Ini tidak selalu merusak kemungkinan
inti sejarah yang lebih dalam tetapi mengingatkan kita bahwa teks adalah
konstruksi sastra. Mencampuradukkan nama-nama yang diakomodasi ini dengan
referensi Klasik dunia nyata berisiko kegagalan konsiliens—mengaburkan
perbedaan antara adaptasi naratif dan geografi historis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar