Kumari Kandam

Penelitian oleh Dhani Irwanto, 8 April 2016
Kumari Kandam adalah sebuah legenda tentang daratan luas yang hilang berkaitan dengan peradaban Tamil kuno, terletak di sebelah selatan India kini, di Samudera Hindia. Nama alternatifnya adalah Kumarikkantam dan Kumari Nadu. Sebagian revivalis Tamil menghubungkannya dengan kerajaan Pandyan yang disebutkan didalam karya-karya sastera Tamil dan Sansekerta.
Kata “Kumari Kandam” pertama kali muncul didalam Kanda Puranam pada abad ke-15, yaitu Skanda Purana versi Tamil, yang ditulis oleh Kachiappa Sivachariyar (1350 – 1420). Meskipun revivalis Tamil bersikeras bahwa Kumari Kandam adalah nama Tamil murni, namun sebenarnya merupakan turunan dari kata Sansekerta “Kumarika Khanda”. Bagian Andakosappadalam dalam Kanda Puranam menggambarkan model kosmologi berikut tentang alam semesta.
Ada banyak dunia yang masing-masing memiliki beberapa benua, yang selanjutnya memiliki beberapa kerajaan. Paratan, penguasa salah satu kerajaan tersebut, memiliki delapan putra dan satu putri. Ia selanjutnya membagi kerajaannya menjadi sembilan bagian, dan bagian yang diperintah oleh putrinya, Kumari, kemudian dikenal sebagai Kumari Kandam. Kumari Kandam adalah sebuah kerajaan di bumi.
Meskipun teori Kumari Kandam populer di kalangan nasionalis Tamil yang anti Brahmana dan anti Sansekerta, namun Kanda Puranam sebenarnya menggambarkannya sebagai tanah tempat tinggalnya para Brahmana juga, dimana Siwa disembah dan Weda dibacakan. Bagian kerajaan yang lain digambarkan sebagai wilayah Mleccha, orang-orang barbar.
Beberapa karya sastera Tamil dan Sansekerta kuno dan abad pertengahan juga bercerita tentang tanah legendaris di selatan yang hilang kedalam lautan. Diawali dengan tenggelamnya tanah Pandyan yang “ditelan laut” (katalkol) yang terdapat didalam sebuah komentar tentang Iraiyanar Akapporul (sebuah karya sastera Tamil abad pertengahan awal tentang konvensi penulisan puisi cinta). Komentar ini, ditulis oleh Nakkeerar, diperkirakan ada pada abad-abad akhir milenium pertama Masehi. Disebutkan bahwa raja-raja Pandyan, pada dinasti Tamil awal, mendirikan tiga akademi sastra (sangam). Dua sangam pertama tidak terletak di India Selatan kini tetapi di sebuah negeri Tamil kuno di selatan yang kemudian tenggelam. Sangam pertama berkembang selama 4.400 tahun di sebuah kota yang bernama Tenmaturai, dihadiri oleh 549 penyair (termasuk Agastya) dan dipimpin oleh para dewa seperti Siwa, Kubera dan Murugan. Sangam kedua berlangsung selama 3.700 tahun di sebuah kota yang bernama Kapatapuram, dihadiri oleh 59 penyair (termasuk Agastya, lagi). Komentarnya menyatakan bahwa kedua kota itu “ditelan laut”, yang mengakibatkan hilangnya semua karya yang dibuat selama dua sangam pertama. Sangam ketiga didirikan di utara yaitu di Madurai, yang dikatakan berlangsung selama 1.850 tahun. Ibukota Pandyan Kapadapuram juga disebutkan dalam Ramayana dan Arthashastra oleh Chanakya  (ca abad ke-4 SM).
Komentar oleh Nakkeerar tidak menyebutkan tentang ukuran daratan yang hilang kedalam lautan. Ukurannya pertama kali disebutkan dalam sebuah komentar tentang Silappatikaram (salah satu dari lima epik besar Tamil) pada abad ke-15. Komentator Adiyarkunallar menyebutkan bahwa daratan yang hilang tersebut membentang dari sungai Pahruli di utara sampai ke sungai Kumari di selatan, terletak di sebelah selatan Kanyakumari, dan mencakup daerah seluas 700 kavatam (satuan ukuran yang tidak diketahui), terbagi menjadi 49 wilayah (natu), diklasifikasikan menjadi tujuh, yaitu elu teƱku natu (“tujuh tanah kelapa”), elu maturai natu (“tujuh tanah mangga”), elu munpalai natu (“tujuh tanah muka berpasir”), elu pinpalai natu (“tujuh tanah belakang berpasir”), elu kunra natu (“tujuh tanah berbukit-bukit”), elu kunakarai natu (“tujuh tanah pesisir”) dan elu kurumpanai natu (“tujuh tanah palem kerdil”).
Penulis abad pertengahan lainnya, seperti Ilampuranar dan Perasiriyar, juga menyebutkan tentang hilangnya daratan kuno di sebelah selatan Kanyakumari, dalam komentar-komentarnya tentang sastera-sastera kuno seperti Tolkappiyam. Legenda lain tentang hilangnya wilayah Pandyan kedalam lautan juga disebutkan didalam sajak-sajak yang tersebar didalam Purananuru (antara abad ke-1 SM dan abad ke-5 M) dan Kaliththokai (abad ke-6 sampai ke-7 M). Menurut tulisan-tulisan ini, raja Pandyan menebus kehilangan tanahnya dengan merebut seluas tanah yang setara dari kerajaan Chera dan Chola.
Sebuah pegunungan memiliki empat puluh delapan puncak. Empat sungai berasal dari Meru Malai: Kumari Aaru, Peru Aaru, Pahruli Aaru dan Kanni Aaru. Sungai Pahruli digali untuk mengairi lembah oleh raja Pandyan Nediyon. Mirah delima ditambang dari pegunungan Mani Malai dan emas dari Meru Malai. Dikatakan bahwa buruh Cina dipekerjakan oleh raja Pandyan dan ketika turun tambang mereka kelihatan seperti tentara semut, oleh karena itu, disebutnya “semut tambang emas”.
Kumari Kandam adalah legenda Tamil tentang sebuah peradaban kuno yang secara geografis terletak di Samudera Hindia dan kemudian tenggelam kedalam lautan. Walaupun para penulis Tamil tidak menyebutkan kapan persisnya Kumari Kandam tenggelam, hanya sebagai “konon pada zaman dahulu” atau “beberapa ribu tahun yang lalu”, namun cerita-cerita tersebut sejalan dengan teori pasca-glasial yang secara luas sudah dapat diterima oleh para ilmuwan. Peradaban Tamil kuno ini berada di sebelah selatan Tamil kini, atau untuk menuju ke tempat barunya dicapai dari arah selatan. Daratan luas yang tenggelam di masa lalu tersebut secara geologi tidaklah lain selain Sundalandia. Teori-teori sebelumnya menghipotesiskan bahwa daratan Kumari Kandam yang luas tersebut berada di sebelah selatan anak benua India, namun teori pergerakan lempeng tektonik tidak mendukung adanya daratan tersebut dalam waktu hanya ribuan tahun ke belakang. Dapat diduga pula bahwa Kumari Kandam adalah memiliki keterkaitan dengan Atlantis atau peradaban-peradaban setelahnya.
Tahun-tahun ketiga tahap sangam apabila dijumlahkan akan menghasilkan penanggalan antara 11.000 dan 12.000 tahun yang lalu, hampir sama dengan penanggalan oleh Plato tentang Atlantis yaitu 11.600 tahun lalu, yang bisa menghubungkan Kerajaan Pandyan dengan Atlantis. Penyebutan sebuah pegunungan yang memiliki empat puluh delapan puncak, empat sungai yang berasal dari pegunungan tersebut, dan penambangan emas dan batu mulia adalah secara kebetulan sesuai dengan Taman Eden dalam Alkitab yang dihipotesiskan oleh penulis terletak di Kalimantan sisi selatan. Gunung Meru Malai, dimana terdapat pegunungan yang memiliki empat puluh delapan puncak secara kebetulan sesuai dengan Pegunungan Malea dalam catatan Ptolemy tentang Taprobana, dimana penulis berhipotesis sebagai wilayah Malawi di Kalimantan yang terletak di pegunungan Schwaner-Muller. Pegunungan ini memiliki puluhan puncak, di sebelah selatannya terdapat hamparan dataran aluvial dan merupakan asal empat sungai utama: Kahayan, Kapuas, Barito dan Negara. Sungai Pahruli digali untuk keperluan irigasi juga kebetulan sesuai dengan deskripsi Plato tentang Atlantis.
Slide1
***
Hak cipta © 2016, Dhani Irwanto
Berdasarkan naskah asli Kumari Kandam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar