Profesor Arysio Nunes dos Santos, Pencetus Teori bahwa Atlantis Ada di Indonesia

Oleh Dhani Irwanto, 24 Mei 2015
Arysio Nunes dos Santos (1937 – 2005 M), adalah seorang insinyur yang berkualifikasi dengan banyak paten terhadap kreditnya. Ia adalah seorang Profesor Teknik Nuklir di Universitas Federal Minas Gerais di Brasil, dan juga bekerja sebagai ahli geologi dan iklim. Ia juga seorang ahli bahasa amatir yang antara lain telah menguasai bahasa Yunani dan Sansekerta. Terlepas dari kepentingan profesionalnya, Santos telah menulis beragam buku mengenai antara lain Simbolisme, Alchemy, Holy Grail dan Perbandingan Mitologi dan Agama. Studinya membuatnya menyimpulkan bahwa Atlantis dan Eden di Alkitab adalah sama dan lebih kontroversial lagi bahwa hal itu berada di wilayah Samudera Hindia dan Laut Tiongkok Selatan.
Kredit foto: Antonio Roberto dos Santos
Profesor Santos menjelaskan teorinya tentang Atlantis menggunakan argumen tak terbatas, yang berkisar dari ilmiah yang ketat (seperti geologi, linguistik, dan antropologi) sampai ke hal yang lebih misterius dan gaib. Ia adalah orang pertama yang pernah menghubungkan peristiwa bencana akhir Zaman Es Terakhir (11.600 tahun yang lalu) dengan tradisi di seluruh dunia mengenai banjir universal dan kehancuran Atlantis, Profesor Santos berhasil menemukan lokasi yang sempurna sebagai lokasi Benua yang Hilang. Lokasi tersebut adalah yang paling tak tertandingi dan yang paling logis yang pernah diusulkan, semua fiturnya sesuai dengan yang disebutkan oleh filsuf Yunani Plato, serta yang dikutip oleh sumber-sumber lain.
Ada sebuah situs menarik yang mempromosikan teorinya dan pada tahun 2005 gagasan-gagasannya diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Atlantis: The Lost Continent Finally Found. Profesor Santos meninggal hanya beberapa minggu setelah peluncuran bukunya. Sejak itu karyanya telah diperjuangkan oleh anaknya Antonio Santos dan Frank Joseph Hoff, yang telah melakukan penelitian untuk Santos selama beberapa tahun. Lebih persisnya seperti ditunjukkan oleh Plato, Atlantis adalah kisah nyata. Plato mendeskripsikan Atlantis sebagai sejarah yang berdasarkan fakta. Studi yang dilakukan oleh Profesor Santos meliputi terbitnya sejumlah besar artikel dan buku yang mungkin dapat menjadi titik terang bagi para ilmuwan dan sarjana yang tertarik pada cerita “gaib” Atlantis. Sebelum dijadikan legenda, hal-hal yang pasti mengenai Atlantis adalah kisah yang sangat nyata.
Profesor Santos memiliki teori yang sama sekali baru bahwa Atlantis tidak dapat ditemukan karena semua orang telah mencari di tempat yang salah dan bahwa karya Plato mengenai hal tersebut telah disalahpahami. Ia mengklaim bahwa lokasi yang benar bagi Atlantis adalah berada di daerah Samudera Hindia dan Laut Tiongkok Selatan. Tidak ada yang lainnya kecuali pulau-pulau di Indonesia.
Hanya di Indonesia dan negeri-negeri tetangganya bahwa manusia, setelah beremigrasi dari sabana semi-gurun di Afrika, pertama kali menemukan kondisi iklim yang ideal untuk hidup, dan disanalah ia menciptakan pertanian dan peradaban. Semua ini terjadi selama masa Pleistosen, suatu era geologi yang terakhir, yang berakhir kurang dari 11.600 tahun yang lalu. Meskipun masa tersebut adalah panjang bagi standar manusia, namun dalam hal geologi adalah pendek.
Masa Pleistosen – nama yang dalam bahasa Yunani berarti “terbaru” – juga disebut Era Anthropozoic atau Era Kuarter ataupun juga Zaman Es. Selama Pleistosen dan, lebih tepatnya, selama episode glasial yang terjadi pada interval sekitar 20 ribu tahun, permukaan laut pada waktu itu adalah sekitar 100 – 150 meter dibawah yang sekarang. Dengan keadaan ini, dataran pantai yang luas – yang disebut dengan Landas Kontinen (dengan lebar sekitar 200 kilometer) – menjadi terbuka, membentuk jembatan tanah yang saling menghubungkan banyak pulau dan wilayah.
Daratan terekspos yang paling dramatis tersebut terjadi di wilayah Indonesia, tepatnya tempat dimana manusia pertama kali berkembang. Laut Tiongkok Selatan terkspos dan kemudian membentuk benua yang luas, menjadi “lebih besar dari Asia Kecil dan Libya disatukan”. Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa hal itu persis seperti yang ditegaskan oleh Plato dalam wacananya mengenai Atlantis, yang terdapat dalam Critias.
Dengan berakhirnya Zaman Es Pleistosen, gletser luas yang menutupi separuh bagian utara Amerika Utara dan Eurasia mencair. Seluruh air terkuras menuju ke laut sehingga mengakibatkan naiknya permukaan air laut setinggi 100 – 150 meter seperti telah disebutkan di atas. Dengan kenaikan ini, Atlantis tenggelam dan menghilang untuk selamanya, bersama dengan sebagian besar penduduk, yang diperkirakan, berdasarkan data Plato, sekitar 20 juta orang, cukup besar untuk zaman tersebut.
India adalah salah satu koloni terdekat Atlantis diantara yang lainnya dan bahwa kitab suci yang dikenal dengan Weda serta agama Hindu adalah diturunkan dari dan di Atlantis. Banyak upacara keagamaan lainnya seperti baptisan yang merupakan bagian dari tujuh sakramen Kristen adalah kenangan Atlantis yang binasa dibawah laut.
Bahasa Guanche adalah berasal dari masyarakat Drawida dan menjadi contoh yang sangat bagus untuk membuktikan dengan membandingkan kata-kata yang diucapkan oleh masyarakat Drawida dengan yang ada pada masyarakat Guanche – banyak yang hampir identik. Profesor Santos juga telah menulis buku yang berjudul The Mysterious Origin of the Guanches.
“Zaman Keemasan”, “Taman Eden” dan “Firdaus” semuanya adalah kenangan mengenai Atlantis pada zaman dulu dan bahwa setelah kehancurannya yang selamat harus memulai lagi, telah kehilangan semua kemajuan teknologi dan kembali menjadi masyarakat dengan cara hidup yang sangat primitif. Kehancuran Atlantis adalah akibat letusan gunung berapi dan tsunami dahsyat yang mengguncang seluruh dunia.
Samudera Atlantik yang dipahami oleh orang Yunani kuno adalah semua air yang mengelilingi seluruh daratan benua. Samudera Hindia, dimana teori terfokus, adalah “Samudera Atlantis” yang sebenarnya. Tampaknya Avienus menempatkan pulau-pulau Hesperides, Geryon dan Erytheia di laut ini. Di sisi lain, Avienus dan sumber-sumber lain mengklaim bahwa Erytheia ditemukan di Timur Jauh, hal ini berarti mengkorelasikan Samudera India dengan Samudera Atlantik yang “asli”.
Troya, Thera dan kota-kota bangsa Inca adalah imitasi, yang diciptakan kembali dari kota asli Atlantis. Karena Atlantis adalah sekelompok pulau, lokasinya di Samudera Hindia adalah memungkinkan. Daerah ini merupakan bagian Cincin Api Samudera Pasifik (rantai gunung berapi), yang masih aktif saat ini. Daerah ini juga rentan terhadap bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi dan tsunami. Kesimpulannya, banjir besarnya Plato bisa terjadi di sini.
Hal lain yang menarik adalah Gunung Suci. Setiap budaya tampaknya memiliki hal yang sama – Golgota atau Bukit Kalvari di Alkitab atau Gunung Qaf di Islamisme, Gunung Olympus di Yunani, dan sebagainya. Gagasan tentang gunung suci, seperti ibukota Atlantis, mengarah kepada Atlantis sebagai sumbernya.
Tabel 1. Daftar periksa lokasi Atlantis
Atlantis location checklist
Sumber: atlan.org
Hindia Timur pada tabel diatas mengacu kepada Indonesia. Dalam 32-butir daftarnya, Profesor Santos juga memeriksa kesamaan antara iklim Atlantis dan Hindia Timur. Plato menyatakan bahwa Atlantis menghasilkan dua kali panen dalam setahun dan beriklim tropis, yang cocok dengan iklim di Indonesia. Diketahui bahwa pertanian dimulai di Timur Jauh dalam sepuluh ribu tahun yang lalu, yang membuktikan perihal jumlah makanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan peradaban yang cukup besar dan untuk menciptakan tentara yang jumlahnya sesuai dengan deskripsi Plato.
Tentang Pilar Herkules – pilar di Eropa (Selat Gibraltar) awalnya disebut Calpe dan Habila, dan bahwa pilar asli yang sebenarnya adalah Selat Sunda. Bangsa Fenisia sengaja mengacaukan dua pilar yang berbeda untuk menghentikan orang-orang Yunani mencapai Firdaus yang sebenarnya.
Atlantis adalah berada di tengah laut, sehingga terdapat korelasi dalam hal keberadaan benua. Jawa, Sumatera dan Semenanjung Malaya terletak diantara dan yang memisahkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Tempat ini juga dapat menjadi tempat peristirahatan bagi musafir dari dalam benua untuk menuju ke Amerika.
Teori Profesor Santos mengacu pada laut yang tidak dapat dilayari karena terhalang oleh lumpur. Selat Gibraltar selalu terendam air yang dalam, sedangkan Samudera Hindia di sekitar pulau-pulau dan semenanjung berupa air yang keruh setelah terjadi bencana tsunami.
***
Hak Cipta © 2015, Dhani Irwanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar