Penelitian oleh Dhani Irwanto, 4 September 2025
Artikel ini mensintesiskan narasi Plato dalam Timaeus–Critias
dengan proses ilmu kebumian modern. Kerangka yang diajukan adalah model bencana
dua fase—kehancuran seketika diikuti subsiden jangka panjang—serta penjernihan
dua garis waktu: masa kejayaan dan kehancuran Atlantis di masa lampau versus
“kini”-nya Solon.
1. Model Bencana Dua Fase
Fase 1 — Kehancuran Seketika (Tsunami & Gempa)
Landasan tekstual: “gempa dan banjir yang dahsyat; dan
dalam satu hari dan satu malam malapetaka… pulau Atlantis… lenyap ke dalam
kedalaman laut.” (Timaeus 25c–d). Critias merangkum pukulan tunggal yang
melenyapkan segala sesuatu (Critias 108e) dan “bencana yang
meluluhlantakkan” Yunani dan Atlantis (Critias 112a).
Analogi modern: gempa besar lepas pantai memicu guncangan
ekstrem dan tsunami berskala cekungan. Dalam hitungan menit–jam terjadi
genangan mematikan, runtuhnya bangunan, kikisan pesisir, dan terminasi budaya
yang tiba‑tiba—sejalan dengan ungkapan Plato “satu hari dan satu malam.”
Fase 2 — Penurunan Lambat (Subsiden & Pendangkalan)
Filologi. Klausa Timaeus 25d: πηλοῦ
κάρτα βραχέος ἐμποδὼν ὄντος, ὃν ἡ νῆσος ἱζομένη παρέσχετο. Makna
konservatif: “sebuah gundukan sangat dangkal (dari lumpur) yang menghalangi,
yang disediakan/dihasilkan oleh pulau itu ketika ‘mengendap/menurun’.”
Perumusan ini menandai hambatan pelayaran yang sangat dangkal; ia sendiri tidak
menetapkan asal‑usul materialnya.
Geologi/geomorfologi. Pasca gempa besar, kerak bisa terus menyesuaikan diri
selama tahun hingga abad. Dataran pantai memadat; lempung deltaik kehilangan
air; batas patahan merambat—subsiden bertahap yang menambah kedalaman di atas
reruntuhan seraya membentuk pendangkalan dekat‑permukaan dari waktu ke
waktu.
Lingkungan karbonat. Di perairan tropis yang hangat, jernih, dan bersirkulasi
baik, karbonat biogenik (termasuk kerangka karang) dapat terakumulasi selama
berabad‑abad hingga milenia, menyelimuti dan mempertahankan
hambatan dekat‑permukaan (“dangkalan dekat‑permukaan berlapis terumbu”) yang konsisten dengan
perumusan konservatif tersebut.
Implikasi navigasi & batimetri:
- Labirin gundukan dan punggung dangkal mudah menambatkan
lunas kapal ber-draft rendah; dayung dan kemudi dapat tersangkut pada
substrat lepas.
- Kedalaman, gelombang, atenuasi cahaya, serta ketiadaan alat optik modern membatasi kemampuan pencarian bawah air pada masa kuno.
- Para pelaut kuno beralasan menyebut perairan demikian “tak terlalui/tak teramati” (Timaeus 25d; Critias 111b).
2. Penyelarasan Garis Waktu Ganda dalam Narasi Plato
Plato berganti‑ganti antara masa lampau
(kejayaan Atlantis dan kehancuran mendadak) dan masa kini para pencerita—yakni
“kini”‑nya Solon sebagaimana dilaporkan para imam Mesir dan
diceritakan ulang oleh Critias. Penanda seperti νῦν (nun, “kini”) dan frasa “hingga hari ini” menggambarkan
kondisi masa kini yang dikontraskan dengan masa lampau.
|
Garis Waktu |
Kata Kunci/Yunani |
Rujukan Pasal |
Deskripsi |
|
Masa lampau — kejayaan Atlantis & kehancuran mendadak |
σεισμοί (gempa), κατακλυσμοί (banjir) |
Timaeus 25c–d; Critias 108e; 112a |
Peristiwa apokaliptik satu hari: gempa‑tsunami yang menghancurkan penduduk,
bangunan, dan kekuasaan. |
|
Masa kini — “kini” Solon/Plato |
νῦν (“kini”); πηλός (lumpur); βραχύτης/βραχέος
(kedangkalan); ἱζομένη/ἱζοῦσα (mengendap/menurun) |
Timaeus 25d; Critias 111b–c |
Dampak lanjutan “hingga hari ini”: hambatan sangat dangkal (dari lumpur)
yang disediakan pulau saat mengendap; seringkali terselubung terumbu pada
jangka panjang. |
Kutipan Representatif (dengan nomor klausa)
Timaeus 25c–d: “Terjadi gempa dan banjir yang dahsyat; dan dalam satu
hari dan satu malam malapetaka… pulau Atlantis… lenyap ke dalam kedalaman laut.
Oleh karena itu bahkan kini (διὸ καὶ νῦν) laut di tempat itu tak
terlalui dan tak terselami, terhalang oleh gundukan sangat dangkal (dari
lumpur) yang disediakan oleh pulau yang mengendap.”
Critias 108e: “…perbuatan terbesar kota tuan, yang oleh satu hentakan
nasib saja disapu habis.”
Critias 111b–c: “…oleh sebab itu laut di wilayah itu hingga hari ini tak
terlalui dan tak terselami, terhalang oleh kedangkalan lumpur yang diciptakan
pulau itu ketika mengendap… …apa yang kini (νῦν) disebut ‘berbatu’ (phelleus)
dahulu subur…”
3. Catatan Lintas Disiplin (Ringkas)
Filologi
ἵζω/ἵζομαι — “duduk;
mengendap; menurun.” Karenanya ἱζομένη/ἱζοῦσα dipakai Plato untuk
proses subsiden yang berlanjut.
πηλός — lumpur/tanah liat; βραχύτης/βραχέος
— kedangkalan/“dangkal”; ἐμποδών — “menghalangi, menjadi rintangan”.
Glosa klausa konservatif: “gundukan sangat dangkal (dari
lumpur) yang menghalangi, yang disediakan pulau saat mengendap.”
Geologi & Geomorfologi
Kehancuran seketika akibat gempa–tsunami, dilanjutkan
deformasi pascagempa, pemampatan, dan kegagalan lereng.
Dalam kerangka transgresi Holosen, pendangkalan dekat‑permukaan dapat bertahan; di provinsi karbonat, akresi karbonat/karang
menjaga hambatan tetap dangkal.
Ekologi Laut & Karbonat
Karang dan produsen karbonat lain tumbuh optimal di
perairan hangat, jernih, dan tersirkulasi baik; seiring waktu dapat menyelimuti
serta mempertahankan dangkalan dekat‑permukaan.
Arkeologi
Tumpukan waktu‑transgresif: lapisan budaya
terpotong tsunami, tertimbun sedimen laut, lalu terselubung karbonat biogenik.
Penutup
Narasi Plato menandai sekaligus peristiwa sehari yang
mengakhiri suatu peradaban dan proses berabad‑abad yang menyisakan hambatan
pelayaran sangat dangkal “dari lumpur,” yang dalam lingkungan tertentu kemudian terselubung terumbu—membuatnya
sulit dilalui dan sukar diselidiki.
Catatan & Referensi
Teks primer: Plato, Timaeus dan Critias (Stephanus 25c–d; 108e; 111b–c; 112a). Penomoran klausa stabil lintas edisi. Frasa Yunani dikutip untuk ketelitian; terjemahan bersifat konservatif pada tingkat klausa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar